Thursday, July 30, 2009

FILSAFAT ILMU

Pendahuluan
A. Latar belakang
Ditinjau dari segi historis, hubungan antara filsafat dan ilmu pengetahuan mengalami perkembangan yang sangat menyolok. Pada permulaan sejarah filsafat di Yunani, “philosophia” meliputi hampir seluruh pemikiran teoritis. Tetapi dalam perkembangan ilmu pengetahuan dikemudian hari, ternyata juga kita lihat adanya kecenderungan yang lain. Filsafat Yunani Kuno yang tadinya merupakan suatu kesatuan kemudian menjadi terpecah-pecah (Bertens, 1987, Nuchelmans, 1982).
Lebih lanjut Nuchelmans (1982), mengemukakan bahwa dengan munculnya ilmu pengetahuan alam pada abad ke 17, maka mulailah terjadi perpisahan antara filsafat dan ilmu pengetahuan. Dengan demikian dapatlah dikemukakan bahwa sebelum abad ke 17 tersebut ilmu pengetahuan adalah identik dengan filsafat. Pendapat tersebut sejalan dengan pemikiran Van Peursen (1985), yang mengemukakan bahwa dahulu ilmu merupakan bagian dari filsafat, sehingga definisi tentang ilmu bergantung pada sistem filsafat yang dianut.
Dalam perkembangan lebih lanjut menurut Koento Wibisono (1999), filsafat itu sendiri telah mengantarkan adanya suatu konfigurasi dengan menunjukkan bagaimana “pohon ilmu pengetahuan” telah tumbuh mekar-bercabang secara subur. Masing-masing cabang melepaskan diri dari batang filsafatnya, berkembang mandiri dan masing-masing mengikuti metodologinya sendiri-sendiri.
Dengan demikian, perkembangan ilmu pengetahuan semakin lama semakin maju dengan munculnya ilmu-ilmu baru yang pada akhirnya memunculkan pula sub-sub ilmu pengetahuan baru bahkan kearah ilmu pengetahuan yang lebih khusus lagi seperti spesialisasi-spesialisasi. Oleh karena itu tepatlah apa yang dikemukakan oleh Van Peursen (1985), bahwa ilmu pengetahuan dapat dilihat sebagai suatu sistem yang jalin-menjalin dan taat asas (konsisten) dari ungkapan-ungkapan yang sifat benar-tidaknya dapat ditentukan.
BAB II
RUANG LINGKUP FILSAFAT ILMU
Terlepas dari berbagai macam pengelompokkan atau pembagian dalam ilmu pengetahuan, sejak F.Bacon (1561-1626) mengembangkan semboyannya “Knowledge Is Power”, kita dapat mensinyalir bahwa peranan ilmu pengetahuan terhadap kehidupan manusia, baik individual maupun sosial menjadi sangat menentukan. Karena itu implikasi yang timbul menurut Koento Wibisono (1984), adalah bahwa ilmu yang satu sangat erat hubungannya dengan cabang ilmu yang lain serta semakin kaburnya garis batas antara ilmu dasar-murni atau teoritis dengan ilmu terapan atau praktis.
Untuk mengatasi gap antara ilmu yang satu dengan ilmu yang lainnya, dibutuhkan suatu bidang ilmu yang dapat menjembatani serta mewadahi perbedaan yang muncul. Oleh karena itu, maka bidang filsafatlah yang mampu mengatasi hal tersebut. Hal ini senada dengan pendapat Immanuel kant (dalam kunto Wibisono dkk., 1997) yang menyatakan bahwa filsafat merupakan disiplin ilmu yang mampu menunjukkan batas-batas dan ruang lingkup pengetahuan manusia secara tepat. Oleh sebab itu Francis bacon (dalam The Liang Gie, 1999) menyebut filsafat sebagai ibu agung dari ilmu-ilmu (the great mother of the sciences).
Lebih lanjut Koento Wibisono dkk. (1997) menyatakan, karena pengetahuan ilmiah atau ilmu merupakan “a higher level of knowledge”, maka lahirlah filsafat ilmu sebagai penerusan pengembangan filsafat pengetahuan. Filsafat ilmu sebagai cabang filsafat menempatkan objek sasarannya: Ilmu (Pengetahuan). Bidang garapan filsafat ilmu terutama diarahkan pada komponen-komponen yang menjadi tiang penyangga bagi eksistensi ilmu yaitu: ontologi, epistemologi dan aksiologi. Hal ini didukung oleh Israel Scheffler (dalam The Liang Gie, 1999), yang berpendapat bahwa filsafat ilmu mencari pengetahuan umum tentang ilmu atau tentang dunia sebagaimana ditunjukkan oleh ilmu.
Interaksi antara ilmu dan filsafat mengandung arti bahwa filsafat dewasa ini tidak dapat berkembang dengan baik jika terpisah dari ilmu. Ilmu tidak dapat tumbuh dengan baik tanpa kritik dari filsafat. Dengan mengutip ungkapan dari Michael Whiteman (dalam Koento Wibisono dkk.1997), bahwa ilmu kealaman persoalannya dianggap bersifat ilmiah karena terlibat dengan persoalan-persoalan filsafati sehingga memisahkan satu dari yang lain tidak mungkin. Sebaliknya, banyak persoalan filsafati sekarang sangat memerlukan landasan pengetahuan ilmiah supaya argumentasinya tidak salah.
1. Ilmu Sebagai Objek Kajian Filsafat
Ilmu pada dasarnya memiliki dua macam objek kajian, yaitu: objek material dan objek formal. Objek material adalah objek yang dijadikan sasaran penyelidikan, seperti tubuh manusia yang menjadi objek material pada ilmu kedokteran, sedangkan objek formalnya merupakan suatu metode untuk memahami suatu objek material tersebut. Dalam hal ini filsafat sebagai proses berfikir yang sistematis dan radikal, yang memiliki objek material dan objek formal, yang menjadi objek material adalah segala sesuatu yang ada, mencakup sesuatu yang tampak dan yang tak tampak. Dalam hal ini sesuatu yang tampak melalui panca indra biasa disebut dengan “’ empiris”, sedangkan ada yang tidak tampak disebut dengan “alam metafisika”.
Objek formal itu sendiri tediri atas tiga bagian yaitu:
• yang ada dalam alam empiris
• yang ada dalam pikiran
• dan yang ada dalam kemungkinan
objek formal filsafat sudut pandangnya bersifat menyeluruh, radikal, dan rasional tentang adanya segala yang ada.
Kajian filsafat sangat luas dibandingkan dengan ilmu, itu dikarenakan ilmu hanya terbatas pada persoalan yang hanya berifat empiris, sedangkan kajian filsafat mencakup yang empiris dan yang non empiri. Maka oleh sebab itu ilmu sangat bertekaitan dengan filsafat pada satu objek yaitu empiris. Secara historis ilmu berasal dari kajian filsafat karena awalnya filsafatlah yang telah melakukan pembahasan tentang segala yang ada secara sistematis, rasional,dan logis, termasuk pada hal yang empiris.
Setelah berjalan beberapa lama kajian yang terkait dengan hal yang empiris semakin berkembang dan bercabang, sehingga menimbulkan suatu spesialisasi yang menampakkan kegunaannya yang bersifat praktis. Seperti yang dikatakan oleh Will Durant,” beliau mengibaratkan filsafat sebagai pasukan marinir yang merebut pantai untuk melakukan pendaratan pasukan infanteri.” Yang dimaksud dengan infanteti adalah sebagai pengetahuan yang didalamnya mencakup ilmu, sehingga ilmu mengalami perkembangan yang sesuai dengan spesialisasi masing-masing, sehingga ilmu secara praktis dapat membelah gunung,dan merambah hutan, namun kemudian filsfat kembali kelaut lepas untuk berspekulasi dan melakukan eksplorasi lebih jauh.
Oleh karena itu filsfat dikatakan sebagai induk ilmu, sebab dari filsafat inilah, ilmu-ilmu modern dan kontemporer berkembang, sehingga manusia dapat menikmati ilmu dan sekaligus buahnya, yaitu teknologi, walaupun pada dasarnya filsafat terbagi pada teoritis dan praktis. Yang kemudian teoritis mencakup metafisika, fisika, matematika, dan logika, sedangkan filsafat praktis adalah ekinomi, politik, hukum, dan etika.Sehingga kemudian bidang ilmu ini berkembang dan menspesialisasi, seperti adanya ilmu Fisika yang berkembang menjadi biologi, biologi berkembang menjadi anatomi, Kedokteran, dan ilmu kedokteran menjadi beberapa bagian. Perkembangan ini dapat diibaratkan sebuah pohon dengan cabang dan ranting yang semakin lama semakin rindang.
Filsafat tidak hanya dipandang sebagai induk dan sumber ilmu,akan tetapi sudah merupakan bagian dari ilmu itu sendiri, yang juga mengalami spesialisasi. Walaupun pada taraf peralihan filsafat tidak mencakup keseluruhan tetapi sudah menjadi sektoral dan terkotak dalam satu bidang tertentu. Tetapi juga berfungsi untuk mendorong munculnya arogansi bahkan kompartementalisasi yang tidak sehat antara satu bidang ilmu dengan ilmu yang lain. Oleh sebab itu filsafat mengemban tugas di antaranya adalah menyatukan visi keilmuan itu sendiri agar tidak terjadi bentrokan antar berbagai kepentingan. Dalam konteks inilah kemudian ilmu sebagai kajian vilsafat sangat relevan untuk dikaji dan didalami.
Ilmu sebagai objek kajian filsafat sepatutnya mengikuti alur filsafat, yaitu objek material tang didekati melalui pendekatan radikal, menyeluruh, dan rasional. Yang berifat spekulatif sehingga filsafat merupakan bagian dari ilmu karenanya jika ilmu dilihat pada posisi tang tidak mutlak, sehingga masih ada ruang untuk berspekulasi demi pengembangan ilmu itu sendiri.( Amsul, 2004, 1:3).
Dalam hal ini maka ilmu berasal dari penjelajahan manusia, dan berhenti pada batas pengalaman manusia, Karena fungsi dari ilmu itu sendiri adalah alat pembantu manusia dalam menaggulangi masalah-masalah yang dihadapi sehari-hari. Sedangkan objek ilmu itu sendiri terbatas pada pengalaman manusia, yang disebabkan pada metode-metode untuk menyusun suatu kabenaran secara empiris.
Secara metodelogis penjelajahan ilmu sangat terbatas, itu dikarenakan ilmu hanya berwenang dalam menentukan suatu kebenaran dan kesalahan, sehingga tidak dapat berpaling pada sumber-sumber moral, dan pada pengkajian estetika, sebab imu tanpa agama akan buta, demikian menurut Enstein( Jujun S. Suri asumantri,2003, 89:92).
Ilmu sangat berkembang sangat pesat, karena adanya hasrat yang begitu besar untuk menspesialisasikan diri pada satu bidang telaah yang memungkinkan adanya analisis secara cermat dan seksama, sehingga menyebabkan obyek forma (obyek ontologis) dari disiplin keilmuan menjadi kian terbatas. Karena pada dasarnya ilmu berkembang berasal dari dua cabang utama, yakni filsafat alam dan kemudian berkembang menjadi rumpun-rumpun ilmu alam, (the natural sciences) dan filsafat moral yang kemudian berkembang kedalam ilmu-ilmu sosial(the social science).
Ilmu-ilmu alam terbagi lagi menjadi dua kelompok, yakni ilmu alam (the physical science) dan ilmu hayat (the biological sciences). Dalam hal ini ilmu bertujuan mempelajari zat yang membentuk alam semesta, sedangkan ilmu alam terbagi lagi menjadi fisika, kimia, astronomi, dan ilmu bumi (Jujun S. Suriasumantri, 2003, 92:93).
Perjalanan ilmu dan filsafat pada zaman dahulu tepatnya pada abad ke-14, menjadi satu. Karena keduanya termasuk dalam pengertian episteme. Dalam artian philosophia merupakan suatu kata pedanan dari episteme. Namun menurut salah satu tokoh filosof mangatakan bahwa filsafat dan ilmu tergolong sebagai pengetahuan yang bersifat rasional, hal ini dikarenakan ilmu dan filsafat termasuk pengetahuan yang berasal dari sebuah pemikiran atau rasio manusia. Yang dimana menurut pemikiran episteme hal tersebut mempunyai tiga pengertian yang biasa disebut :
• Praktike (pengetahuan praktis)
• Poietike (pengetahuan produktif)
• Theoretike (pengetahuan teoritis).
Dalam hal ini pembagaian Theoretike atau pengetahuan teoritis oleh Aristoteles dibedakan menjadi tiga kelompok yang disebut:
1. Mathematike (pengetahuan matematika)
2. Physike (pengetahuan fisika)
3. Prote Philosophia (filsafat pertama)
Prote Philosophia ( filsafat pertama merupakan pengatahuan teoritis yang menelaah peradaban yang abadi, tidak berubah, dan terpisah dari materi. Dalam hal ini tokoh yang bernama Aristoteles mendefinisikannya sebagai” ilmu tentang asas-asas yang pertama), semua pengetahuan yang logis mengandaikan atau berdasrkan ilmu,. Maka oleh karena itu dianggap sebagai filsafat pertama. Maka dengan demikian beliau melengkapi definisinya tersebut “ suatu ilmu yang menyelidiki peradaban sebagai peradaban dan cirri-ciri yang tergolong pada objek ini berdasarkan sifat dasarnya sendiri.
Kemudian Thales mengembangkan filsafat alam kosmologi yang mempertanyakan asal mula,sifat dasar, dan struktur komposisi dari alam semesta. Yang menurut beliau semuanya berasal darii air sebagi materi dasr kosmis. Karena sebagi ilmuan ia mempelajari magnetisme dan listrik yang merupakan pokok soal fisika. Ia juga berusaha mengembangkan astronomi dan matematika dengan mengemukakan pendapat “ bahwa bulan bersinar karena memantulkan sinar matahari.
Kemudian pada tahap berikutnya muncullah seorang tokoh yang bernama phthagoras. Beliau merupakan seorang tokoh matematika, yang mengemukakan sebuah ajaran metafisika. Bahwa bilangan merupakan intisari dari semua benda serta dasar pokok dari sifat-sifat benda. Dalilinya berbunyi “ Number rules the universe”, (Bilangan memerintah jagad raya ini).
Menirut beliau kearifan yang bijak sana hanta dimiliki oleh satu titik yaitu Tuhan, oleh sebaba itu beliau tidak mau disebut sebagai orang arif, melainkan menganggap dirirnya hanya seorang philisopos, yaitu orang yang mencintai kearifan ( The liang gie, 1991, 3:5).
2. Pengertian filsafat Ilmu
Pengertian-pengertian tentang filsafat ilmu, telah banyak dijumpai dalam berbagai buku maupun karangan ilmiah lainnya. Menurut The Liang Gie (1999).
filsafat ilmu adalah segenap pemikiran reflektif terhadap persoalan-persoalan mengenai segala hal yang menyangkut landasan ilmu maupun hubungan ilmu dengan segala segi dari kehidupan manusia. Filsafat ilmu merupakan suatu bidang pengetahuan campuran yang eksistensi dan pemekarannya bergantung pada hubungan timbal-balik dan saling-pengaruh antara filsafat dan ilmu.
Sehubungan dengan pendapat tersebut serta sebagaimana pula yang telah digambarkan pada bagian pendahuluan dari tulisan ini bahwa filsafat ilmu merupakan penerusan pengembangan filsafat pengetahuan. Objek dari filsafat ilmu adalah ilmu pengetahuan. Oleh karena itu setiap saat ilmu itu berubah mengikuti perkembangan zaman dan keadaan tanpa meninggalkan pengetahuan lama. Pengetahuan lama tersebut akan menjadi pijakan untuk mencari pengetahuan baru. Hal ini senada dengan ungkapan dari Archie J.Bahm (1980) bahwa ilmu pengetahuan (sebagai teori) adalah sesuatu yang selalu berubah.
Dalam perkembangannya filsafat ilmu mengarahkan pandangannya pada strategi pengembangan ilmu yang menyangkut etik dan heuristik. Bahkan sampai pada dimensi kebudayaan untuk menangkap tidak saja kegunaan atau kemanfaatan ilmu, tetapi juga arti maknanya bagi kehidupan manusia (Koento Wibisono dkk., 1997).
Oleh karena itu, diperlukan perenungan kembali secara mendasar tentang hakekat dari ilmu pengetahuan itu bahkan hingga implikasinya ke bidang-bidang kajian lain seperti ilmu-ilmu kealaman. Dengan demikian setiap perenungan yang mendasar, mau tidak mau mengantarkan kita untuk masuk ke dalam kawasan filsafat. Menurut Koento Wibisono (1984), filsafat dari sesuatu segi dapat didefinisikan sebagai ilmu yang berusaha untuk memahami hakekat dari sesuatu “ada” yang dijadikan objek sasarannya, sehingga filsafat ilmu pengetahuan yang merupakan salah satu cabang filsafat dengan sendirinya merupakan ilmu yang berusaha untuk memahami apakah hakekat ilmu pengetahuan itu sendiri.
Lebih lanjut Koento Wibisono (1984), mengemukakan bahwa hakekat ilmu menyangkut masalah keyakinan ontologik, yaitu suatu keyakinan yang harus dipilih oleh sang ilmuwan dalam menjawab pertanyaan tentang apakah “ada” (being, sein, het zijn) itu. Inilah awal-mula sehingga seseorang akan memilih pandangan yang idealistis-spiritualistis, materialistis, agnostisistis dan lain sebagainya, yang implikasinya akan sangat menentukan dalam pemilihan epistemologi, yaitu cara-cara, paradigma yang akan diambil dalam upaya menuju sasaran yang hendak dijangkaunya, serta pemilihan aksiologi yaitu nilai-nilai, ukuran-ukuran mana yang akan dipergunakan dalam seseorang mengembangkan ilmu.
Dengan memahami hakekat ilmu itu, menurut Poespoprodjo (dalam Koento Wibisono, 1984), dapatlah dipahami bahwa perspektif-perspektif ilmu, kemungkinan-kemungkinan pengembangannya, keterjalinannya antar ilmu, simplifikasi dan arti fisialitas ilmu dan lain sebagainya, yang vital bagi penggarapan ilmu itu sendiri. Lebih dari itu, dikatakan bahwa dengan filsafat ilmu, kita akan didorong untuk memahami kekuatan serta keterbatasan metodenya, prasuposisi ilmunya, logika validasinya, struktur pemikiran ilmiah dalam konteks dengan realitas in conreto sedemikian rupa sehingga seorang ilmuwan dapat terhindar dari kecongkakan serta kerabunan intelektualnya.
Selain itu pengertian filsafat terdiri dari babarapa pengertian, antara lain:
1. Filsafat danHikmah
Dalam bahasa Inggris filsafat berasala dari kata “philosophy”, ada pun istilah dari bahas Yunani “philosophia”, yang terdiri dari dua kata philos (cinta) atau philia(pershabatan, tertarik kepada), dan sophos (hikmah, kebijaksanaan, pengetahuan, keterampilan, pengalaman praktis, intelegensi). Adi secara etimologi, filasafat berarti cinta kebijaksanaan atau kebenaran. Dan seseorang filosof yang dalam bahasa Arab disebut Failasuf.
Menurut Haru Nasution mengatakan bahwa kata filsafat berasal dari bahasa Arab yaitu falsafa dengan wazan (timbangan) fa’lala, fa’lalah dan fi’lal. Dengan demikian , menurut harun nasution, kata benda dari falsafa seharusny falsafah dan filsaf, menurut beliau filsafat berasal dari penggabungan dua kata yaiyu kata fil dari bahasa Inggris dan safah dari bahasa Arab, sehingga terjadilah kata filsafat.
Kata filsafat menunjukkan pengertian yang dimaksud pengetahuandan penyelidikandengan akal budi dengan mengenai hakikat segala yang ada, sebab asal, dan hukumnya.
Dalam hal ini ada beberapa pengertian pokok tentang filsafat menurut kalangan filosof antara lain:
1. Upaya spekulatif untuk menyajikan suatu pandangan sistematik serta langkap tentang seluruh realitas.
2. Upaya untuk melukiskan hakekat realitas akhir dan dasar serta nyata.
3. Upaya untuk menentukan batas-batas dan jangkaun pengetahuan : sumbernya, hakekatnyan, keabsahannya dan nilainya.
4. Penyelidikan kritis atas pengandaian-pengandaian dan pernyataan-pernmyataan yang diajukan oleh berbagai bidang pengetahuan.
5. Disiplin ilmu yang berupaya untuk membantu anda melihat apa yang ada katakan apa yang anda lihat.
Sedangkan pengertian filsafat secara terminology sangat bermacam-macam, baik dalam ungkapan maupun titik tekanannya. Bahkan menurut Moh Hatta dan Langeveld mengatakan bahwa pengertian filsafat tidak perlu diberikan, karena tiap orang memiliki titik tekan tersendiri dalam definisinya.
Disini dikemukakan beberapa definisi dari para filosof barat terkemuka yang mencakup reprensentatif, baik dari segi zaman maupun kualitas pemikiran.
1. Pythagoras (572-497 SM) adalah filosof yang pertama kali menggunakan kata filsafat, dia mengemukakan bahwa manusia dapat di bagi kedalam tiga tipe: mereka yang mencintai kesenangan, mereka yang mencintai kegiatan, dan mereka yang mencintai kebijaksanaan. Tujuan kebijksanaan dalam pandangannya menyangkut kemajuan menuju keselamatan dalam hal keagamaan. Shopia mengandung arti yang lebih luas daripada kebijaksana, yaitu: 1.) kerajinan, 2.) kebenaran pertama, 3.) pengetahuan yang luas, 4.) kebajikan intelektual, 5.) pertimbangan yang sehat, 6.) kecerdikan dalam memutuskan hal-hal praktis. Dengan demikian asal mula kata filsafat itu sangat umum, yang intinya adalah mencari keutamaan mental (the pursuit of mental excellence).
2. Plato (427-347 SM) mengatakan bahwa objek filsafat adalah penemuan kenyataan atau kebenaran absolut (keduanya sama dalam pandangannya), lewat “dialektika”. Sementara Aristoteles (384-332 SM), tokoh utama filosof klasik, mengatakan bahwa filsafat menyelidiki sebab dan asas segala terdalam dari wujud. Karena itu, ia menanamkan filsafat dengan “teologi” atau “filsafat pertama”. Aristoteles sampai pada kesimpulan bahwa setiap gerak di dalam ini digerakan oleh yang lain. Karena itu, perlu menetapkan satu penggerak pertama yang menyebabkan gerak itu, sedangkan dirinya sendiri tidak bergerak. Penggerak pertama ini sama sekali terlepas dari materi; sebab kalau ia materi, maka ia juga mempunyai potensi gerak. Allah, demikian, Aristoteles, sebagai penggerak pertama adalah Aktus Murni. Dan ia adalahsang seorang filosof Yunani Kuno yang menyatakanbahwa filsafat memperhatikan seluruh pengetahuan, dan kadang-kadang disamakan dengan pengetahuan tentang wujud (ontology).
3. Immanuel Kant ( 1724-1804), beliau mengatakan bahwa filsafat ilmu merupakan dasar segala pengetahuan, yang didalamnya mencakup persoalan seperti berikut:
1. Apakah yang dapat diketahui ? yang kemudian dijawab oleh metafisika
2. Apaka yang boleh kita kerjakan? Dapat dijawab oleh etika atau moral
3. Sampai dimanakah harapan kita? Kemudian dijawab oleh agama
4. apakah yang dinamakan manusi? Kemudian dapat dijawab oleh antropologi, (Amsal Bakhtiar, 2004, 4:8).
5.Robert Ackermann.
Menurut beliau filsafat ilmu dalam suatu segi adalah sebuah tinjauan kritis tentang pendapat-pendat ilmiah dewasa ini dengan perbandingan terhadap pendapat-pendapat lampau yang telah dibuktikan atau dalam kerangka yang telah dikenbangkan dari pendapat-pendapat demikian itu filsafat ilmu demikian jelas bukan satu cabang ilu yang bebas dari praktek ilmiah semata.
6.Peter Caws
Filsafat ilmu merupakan sesuatu bagian filsafat, yang mencoba berbuat bagi ilmu yang berbuat bagi ilmu apa yang fisafat umumnya melakukan pada seluh pengalaman manusia. Filsafat melakukan dua macam hal, yaitu:
Disatu pihak dia membangun tiori-tiori tentang manusia dan alaam semesta dan menyajikannya sebagai keyakinan serta tindakan-tidakan.
6. Antony Flew
Menrut beliau Filsafat ilmu berusaha menunjukkan dimana letak rasionalitas, apa yang khusus dari penjelasa-penjalasan dari ilmu empiris. Dan konstruksi-konstruksi teorinya. Dan yang terpenting adalah apakah teri-teorinya dapay diterima untuk mengugkapkan kebenaran suatu realitas objektif yang tersembunyi.
Maka dalam hal ini filsafat ilmu merupakan seganap pemikiran reflektif terhadap persoalan-persoalan mengenai segala hal yang menyangkut landasan ilmu maupun hubungan ilmu dengan segala segi dari kehidupan manusia ( The Liang Gie, 1991, 57:59).
2. Pengertian Ilmu
Ilmu berasal dari bahasa Arab, alima, ya’lamu, ilman. Yang berarti mengerti, memahami benar-benar. Sedangkan menurut pengertian dalam kamus bahasa Indonesia adalah pengetahuan tentang suatu bidang yang disusun secara sistem menurut metode-metode tertentu, guna menerangkan gajala-gajala tertentu tantang pengetahuan. Namun menurut Mulyadhi Kartanegara antara ilmu dan sains tidak berbeda, terutama pada abad ke-19. Namun setelah itu sains lebih terbatas pada bidang-bidang fisik atau indrawi.
Ciri-ciri ilmu menurut terminologi antara lain:
1. Ilmu adalah sebagian pengetahuan bersifat koheren, empiris, sistematis, dapat diukur, dan dibuktikan. Berbeda dengan iman, yaitu pengetahuan yang didasarkan atas keyakinan kepada yang gaib dan penghayatan serta pengalaman pribadi.
2. Berbeda dengan pengetahuan, ilmu tidak pernah mengartikan kepingan pengetahuan satu petusan tersendiri, sebaliknya ilmu menandakan seluruh kesatuan ide yang mengacu ke objek(atau alam objek) yang sama dan saling beterkaitan secara logis. Karena itu koherensi sitematik adalah hakekat ilmu. Prinsip-prinsip objek dan hubungan-hubungannya yang tercermin dalam kaitan-kaitan logis yang dapat dilihat dengan jelas. Bahwa prisip-prinsip metafisis objek menyingkap dirinya sendiri kepada kita kedalam prosedur ilmu secara lamban, didasarkan pada sifat khusus intelek kita yang tidak dapat dicirikan oleh visi rohani terhadap realitas tetap oleh berpikir.
3. Ilmu tidak memerlukan kepastian lengkap berkenanaan dengan masing-masing penalaran perseorangan, sebaba ilmu dapat memuat di dalam dirinya sendir hipotesis-hipotesis dan teori-teori yang belum sepenuhnya dimantapkan.
4. Dilain pihak, konsep ilmu adalah ide bahwa metode-metode yang berhasil dan hasil-hasil yang terbuktu pada dasarnya harus terbuka kepada semua pencari ilmu. Kendati demikian, rupanya baik untuk tidak memasukkan persyaratan ini dalam definisi ilmu, karena objektivitas ilmu dan kesamaan hakiki daya persyaratan ini pada umumnya terjamin.
5. Ciri hakiki lainnya dari ilmu ialah metodelogi, sebab kaitan logis yang dicari ilmu tidak dicapai dengan penggabungan tidak teratur dan tidak terarah dari banyak pengamatan dan ide yang terpisah-pisah. Sebaliknya, ilmu menuntut pengamatan dan berpikir metodis , tertata rapi. Alat bantu metodelogis yang penting adalah terminologi ilmiah. Yang disebut belakangan ini mencoba konsep-konsep ilmu.
6. Kesatuan setiap ilmu bersumber di dalam kesatuan objeknya. Teori skolastik mengenai ilmu membuat pembedaan antara objek material dan objek formal. Yang terdahulu adalah objek kongkrit yang disimak ilmu. Sedangkan yang belakangan adalah aspek khusus atau sudut pandangan terhadap objek material. Yang mencirikan setiap ilmu adalah objek formalnya. Sementara objek material yang sama dapat dikaji oleh banyak ilmu lain. Pandangan objek studi mengantar kepada spesialisasi ilmu yang terus bertambah. Gerakan ini diiringi bahaya pandangan sempit atas bidang penelitian yang terbatas. Sementara penangkapan yang luas terhadap saling katerkaitan seluruh realitas lenyap dari pandangan.
Adapun definisi ilmumenurut para ahli ilmu diantaranya:
• Mohammad Hatta, mendefinisikan ilmu adalah pengetahuan yang teratur tentang pekerjaan hukum kausal dalam suatu golongan masalah yang sama tabiatnya, maupun kedudukannya tampak dari luar, maupun menurut bangunannya dari dalam.
• Ralph Ross dan Ernets Ven Haag, mengatakan ilmu adalah yang empiris, rasional umum, dan sistematik, dan keempatnya serentak.
• Karl Pearson, mengatakan ilmu adalah lukisan atau keterangan yang komprehensip dan konsisten tentang fakta pengalaman dengan istilah yang sederhana.
• Ashley Montagu, Guru Basar Antropolog di Rutgers University menyimpulkan bahwa ilmu adalah pengetahuan yang disusun dalam satu sistem yang berasal dari pengamatan, studi dan percobaan untuk menentukan hakikat prinsip tentang hal yang sedang dikaji.
• Harsojo, Guru Besar Antopolog di Universitas Pajajaran menerangkan bahwa ilmu adalah:
- merupakan akumulasi pengetahuan yang disistematik.
- Suatu pendekatan atau metode pendekatan terhadap seluruh dunia empiris, yaitu dunia yang terikat oleh faktor ruang dan waktu, dunia pada prinsipnya dapat diamati oleh panca indra manusia.
• Sedangkan menurut Mulyadhi Kartanegara berpendapat bahwa objek ilmu tidak hanya selalu berdasar pengalaman empiris karena realita itu tidak hanya berdasar empiris bahkan yang tidak empiris lebih luas dan dalam dibandingkan dengan yang empiris. Karena itu dia memasukkan teologi adalah ilmu, yang sama dengan ilmu-ilmu lainnya.
3. Persamaan dan perbadaan Filsafat ilmu
Persamaan Filsafat dan ilmu sebagai berikut:
1. Keduanya mencari rumusan yang sebaik-baiknya menyelidiki objek selengkap-lengkapnya sampai ke akar-akarnya.
2. Keduanya memberikan pengertian mengenai hubungan atau koheren yang ada antara kejadian-kejadian yang kita alami dan mencoba menunjikkan sebab-sebabnya.
3. Keduanya memberikan sintesis, yaitu suatu pandangan yang bergandengan.
4. Keduanya mempunyai metode dan system.
5. Keduanya hendak memberikan penjelasan tentang kenyataan seluruhnya timbul dari hasrat manusia (objektivitas), akan pengetahuan yang lebih mendasar.
Adapun perbedaan filsafat dan ilmu sebagai berikut:
1. Objek material (lapangan) filsafat itu bersifat Universal (umum), yaitu segala sesuatu yang ada (realita) sedangkan objek material ilmu(pengetahuan ilmiah) itu bersifat khusus dan empiris. Artinya, ilmu hanya terfokus pada bidang masing-masing secara kaku dan terkotak-kotak, sedangkan kajian filsafat tidak terkotak-kotak dalam disiplin tertentu.
2. Objek formal (sudut pandangan)filsafat itu bersifat non fragmentaris, karena mencari pengertian dari segala sesuatu yang ada itu secara luas, mendalam dan mendasar. Sedangkan ilmu bersifat fragmentaris, spesifik, dan intensif. Disamping itu, objek formal ilmu itu bersifat teknik, yang berarti bahwa cara ide-ide manusia itu mengadakan penyatuan diri dengan realita.
3. Filsafat ilmu dilaksanakan dalam suatu suasana pengetahuan yang menonjolkan daya spekulatif, kritis, dan pengawasan, sedangkan ilmu haruslah diadakan riset lewat pendekatan trial and error. Oleh karena itu, nilai ilmu terletak pada kegunaan pragmatis, sedang kegunaan filsafat timbul dari nilainya.
4. Filsafat memuat pertanyaan lebih jauh dan lebih mendalam realitas sehari-hari, sedang ilmu bersifat diskursif, yaitu menguraikan secara logis, yang dimulai dari yang tidak tahu menjadi tahu.
5. Filsafat memberikan penjelasan yang terakhir yang mutlak, dan sempai mendasar (primary cause) sedangkan ilmu menunjukkan sebab-sebab yang tidak begitu mendalam, yang lebih dekat, yang skunder (secondary cause).
Tokoh-tokoh filosof islam.
1. Al-Farabi (W. 950 M), seorang filosof Muslim terbesar sebelum ibnu Sina berkata, “Filsafat ialah ilmu tentang alam yang maujud dan bertujuan menyelidiki hakikatnya yang sebenarnya”.
2. Ibnu Rusyid (1126-1198 M), berpendapat bahwafilsafat atau hikmah merupakan pengetahuan otonom bahwa yang perlu dikaji oleh nmanusia karena dia dikaruniai akal. Al-qur’an filsafat mewajibkan manusia berfilsafat unttuk menambah dan memperkuat keimanan kepada Tuhan.
3. Sutan Takdir Alisjahbana, menurut beliau filasafat adalah berfikir dengan insaf. Yang dimaksud dengan insaf disini adalah berpikir dengan teliti, menurut aturan yang pasti. Smentara itu ada seorang filosof yang berasal dar nunia timur yang bernama Deng fung Yu Lan, beliau mendefinisikan filsafat adalah pikiran yang sistematis dan refleksi tentang hidup.
4. Menurut pendapat Sidi Gazalba filsafat adalah berfikir secara mendalam, sistematik, radikal dan unuversal, dalam rangka mencari kebenaran, inti atau hakekat mengenai segala sesuatu yang ada. Pendapat beliau ini dapat melahirkan adanya tiga ciri pokok filsafat, yaitu:
1. Adanya unsur berfikir yang dalam hal ini menggunakan akal.
2. Adanya unsur tujuan yang ingin dicapai melalui berfikir tersebut
3. Adanya unsur ciri yang terdapat dalam pikiran tersebut, yaitu mendalam.
Uraian diatas menunjukkan dengan jelas ciri dan karakteristik berfikir sacara filosof. Intinya adalah upaya secara sungguh-sungguh dengan menggunakan akal pikiran, sebagai alat utamanya untuk menemukan hakekat segala sesuatu yang berhubungan dengan ilmu.
Telah disebut diatas bahwa salah satu makna filsafat adalah emngutamakan dan mencintai hikmah. Maka dalam hal ini seorang tokoh Islam yang bernama Ibn Sina mengatakan bahwa hikmah adalah “mencari kesempurnaan manusia dengan menggambarkan segala unsur dan membenarkan segala hakekat baik yang bersifat teori maupun praktek menurut kadar kemampuan manusia.
Rumusan tersebut mengisyaratkan bahwa hikmah sebagai paradigma keilmuan yang mempunyai tiga unsur utama, yaitu:
1)Masalah, 2) Fakta dan data,3) Analisis ilmuan dengan teori (Amsal Baktiar, 2004, 17:19).
Dalam hal ini seorang tokoh filosof mengatakan bahwa filsafat ilmu dapat mengambil sebuah mata rantai antara filsafat ilmu dan pengetahuan alam,
Frank (dalam Soeparmo, 1984), dengan mengambil sebuah rantai sebagai perbandingan, menjelaskan bahwa fungsi filsafat ilmu pengetahuan alam adalah mengembangkan pengertian tentang strategi dan taktik ilmu pengetahuan alam. Rantai tersebut sebelum tahun 1600, menghubungkan filsafat disatu pangkal dan ilmu pengetahuan alam di ujung lain secara berkesinambungan. Sesudah tahun 1600, rantai itu putus. Ilmu pengetahuan alam memisahkan diri dari filsafat. Ilmu pengetahuan alam menempuh jalan praktis dalam menurunkan hukum-hukumnya. Menurut Frank, fungsi filsafat ilmu pengetahuan alam adalah menjembatani putusnya rantai tersebut dan menunjukkan bagaimana seseorang beranjak dari pandangan common sense (pra-pengetahuan) ke prinsip-prinsip umum ilmu pengetahuan alam. Filsafat ilmu pengetahuan alam bertanggung jawab untuk membentuk kesatuan pandangan dunia yang di dalamnya ilmu pengetahuan alam, filsafat dan kemanusian mempunyai hubungan erat.
Sastrapratedja (1997), mengemukakan bahwa ilmu-ilmu alam secara fundamental dan struktural diarahkan pada produksi pengetahuan teknis dan yang dapat digunakan. Ilmu pengetahuan alam merupakan bentuk refleksif (relefxion form) dari proses belajar yang ada dalam struktur tindakan instrumentasi, yaitu tindakan yang ditujukan untuk mengendalikan kondisi eksternal manusia. Ilmu pengetahuan alam terkait dengan kepentingan dalam meramal (memprediksi) dan mengendalikan proses alam. Positivisme menyamakan rasionalitas dengan rasionalitas teknis dan ilmu pengetahuan dengan ilmu pengetahuan alam.
Menurut Van Melsen (1985), ciri khas pertama yang menandai ilmu alam ialah bahwa ilmu itu melukiskan kenyataan menurut aspek-aspek yang mengizinkan registrasi inderawi yang langsung. Hal kedua yang penting mengenai registrasi ini adalah bahwa dalam keadaan ilmu alam sekarang ini registrasi itu tidak menyangkut pengamatan terhadap benda-benda dan gejala-gejala alamiah, sebagaimana spontan disajikan kepada kita. Yang diregistrasi dalam eksperimen adalah cara benda-benda bereaksi atas “campur tangan” eksperimental kita. Eksperimentasi yang aktif itu memungkinkan suatu analisis jauh lebih teliti terhadap banyak faktor yang dalam pengamatan konkrit selalu terdapat bersama-sama. Tanpa pengamatan eksperimental kita tidak akan tahu menahu tentang elektron-elektron dan bagian-bagian elementer lainnya (Burhanudin Salam, 2003, 50:53).
Ilmu pengetahuan alam mulai berdiri sendiri sejak abad ke 17. Kemudian pada tahun 1853, Auguste Comte mengadakan penggolongan ilmu pengetahuan. Pada dasarnya penggolongan ilmu pengetahuan yang dilakukan oleh Auguste Comte (dalam Koento Wibisono, 1996), sejalan dengan sejarah ilmu pengetahuan itu sendiri, yang menunjukkan bahwa gejala-gejala dalam ilmu pengetahuan yang paling umum akan tampil terlebih dahulu. Dengan mempelajari gejala-gejala yang paling sederhana dan paling umum secara lebih tenang dan rasional, kita akan memperoleh landasan baru bagi ilmu-ilmu pengetahuan yang saling berkaitan untuk dapat berkembang secara lebih cepat. Dalam penggolongan ilmu pengetahuan tersebut, dimulai dari Matematika, Astronomi, Fisika, Ilmu Kimia, Biologi dan Sosilogi. Ilmu Kimia diurutkan dalam urutan keempat.
Penggolongan tersebut didasarkan pada urutan tata jenjang, asas ketergantungan dan ukuran kesederhanaan. Dalam urutan itu, setiap ilmu yang terdahulu adalah lebih tua sejarahnya, secara logis lebih sederhana dan lebih luas penerapannya daripada setiap ilmu yang dibelakangnya (The Liang Gie, 1999).
Pada pengelompokkan tersebut, meskipun tidak dijelaskan induk dari setiap ilmu tetapi dalam kenyataannya sekarang bahwa fisika, kimia dan biologi adalah bagian dari kelompok ilmu pengetahuan alam.
Ilmu kimia adalah suatu ilmu yang mempelajari perubahan materi serta energi yang menyertai perubahan materi. Menurut ensiklopedi ilmu (dalam The Liang Gie, 1999), ilmu kimia dapat digolongkan ke dalam beberapa sub-sub ilmu yakni: kimia an organik, kimia organik, kimia analitis, kimia fisik serta kimia nuklir.
Selanjutnya Auguste Comte (dalam Koento Wibisono, 1996) memberi definisi tentang ilmu kimia sebagai “… that it relates to the law of the phenomena of composition and decomposition, which result from the molecular and specific mutual action of different subtances, natural or artificial” ( arti harafiahnya kira-kira adalah ilmu yang berhubungan dengan hukum gejala komposisi dan dekomposisi dari zat-zat yang terjadi secara alami maupun sintetik). Untuk itu pendekatan yang dipergunakan dalam ilmu kimia tidak saja melalui pengamatan (observasi) dan percobaan (eksperimen), melainkan juga dengan perbandingan (komparasi).
Jika melihat dari sejarah perkembangan ilmu pengetahuan alam, pada mulanya orang tetap mempertahankan penggunaan nama/istilah filsafat alam bagi ilmu pengetahuan alam. Hal ini dapat dilihat dari judul karya utama dari pelopor ahli kimia yaitu John Dalton: New Princiles of Chemical Philosophy.
Berdasarkan hal tersebut maka sangatlah beralasan bahwa ilmu pengetahuan alam tidak terlepas dari hubungan dengan ilmu induknya yaitu filsafat. Untuk itu diharapkan uraian ini dapat memberikan dasar bagi para ilmuan IPA dalam merenungkan kembali sejarah perkembangan ilmu alam dan dalam pengembangan ilmu IPA selanjutnya. (Yuhaya S. Praja, 2000,47:50).
4. TUJUAN FILSAFAT ILMU
Tujuan filsafat ilmu adalah:
1. Untuk mendalami unsure-unsur pokok ilmu, sehingga secara menyeluruh kita dapat memahami sumber, hakekat dan tujuan ilmu.
2. memahami sejarah pertumbuhan, perkembangan dan kemajuan ilmu diberbagai bidang, sehingga kita mendapat gambaran tentang proses ilmu kontemporer secara histories.
3. untuk menjadi pedoman bagi para pengajar dan mahasiswa dalam mendalami studi perguruan tinggi, terutama untuk membedakan persoalan yang ilmiah dan non ilmiah.
4. Mendorong pada calon ilmuan agar konsisten dalam mendalami ilmu dan pengembangannya.
5. mempertegas bahwa dalam persoalan sumber dan tujuan antara ilmu dan agama tidak ada pertentangan.

Kesimpulan
Berdasarkan uraian di atas, maka disimpulkan bahwa filsafat ilmu sangatlah tepat dijadikan landasan pengembangan ilmu khususnya ilmu pengetahuan alam karena kenyataannya, filsafat merupakan induk dari ilmu pengetahuan alam. Yang menyangku pemikiran reflektif terhadap persoalan mengenai segala yang menyangkut landasan ilmu maupun hubungan ilmu dengan segala segi dari kehidupan manusia.
Filsafat ilmu merupakan kajian secara mendalam tentang dasar-dasar ilmu, sehingga filsafat ilmu perlu menjawab beberapa persoalan yang ada pada filsafat ilmu. Disamping itu jika seorang yang mendalami ilmu filsafat maka akan menjadikan dirinya dapat mengetahuai hakakat kebenaran.

DAFTAR PUSTAKA
• The Liang Gie, Pengantar filsafat ilmu, Liberty, Yogyakarta, 1991.
• Jujun S. Suriassumantri,Filsafat ilmu sebuah pengantar Populer, Pustaka sinar harapan,Jakarta, 2003.
• Yahya S.Praja, Struktur filsafat ilmu dan ilmu-ilmu islam,Pustaka,Bandung, 1984.
• Burhanuddin salam,Filsafat ilmu, Rineka cipta,2003.
• Amsal Bhaktiar,Filsafat ilmu,Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2004.

No comments:

Post a Comment